MakassarPost.com, Makassar – Hak angket yang diajukan anggota DPRD Sulawesi Selatan, sedang bergulir. Hak angket itu bisa berdampak banyak, termasuk hingga pemakzulan Gubernur Nurdin Abdullah.
Pada Selasa 9 Juli 2019, sidang hak angket mulai menunjukkan riak.
Salah satu pihak yang diperiksa dalam sidang tersebut adalah Jumras, mantan Kepala Biro Pembangunan Setda Sulsel yang dicopot oleh Gubernur Sulsel Prof Nurdin Abdullah beberapa waktu lalu.
Pemeriksaan Jumras ini menegaskan aksi pencopotan Nurdin Abdullah yang tanpa mengikuti regulasi.
Kepada anggota DPRD, Jumras menceritakan dirinya dicopot lantaran tidak memenuhi permintaan pengusaha untuk memenangkan proyeknya dalam proses tender.
“Pada saat itu hari Minggu, saya dipanggil ke Rujab. Begitu saya diterima, pak gubernur langsung mengatakah bahwa anda (Jumras) saya (Gubernur) copot, beliau langsung memberikan SK pencopotan saya,” ungkapnya.
Jumras sempat bertanya terkait alasan pencopotan tersebut. Nurdin Abdullah beralasan Jumras dicopot karena dituding menerima fee dari dua pengusaha bersama, Angu Sucipto dan Ferry Tandiari.
“Saya katakan saya difitnah meminta fee dengan pekerjaan yang dia (dua pengusaha) minta ke saya. Saya katakan saya tidak pernah ngomong seperti itu, tapi pak gub tidak mau mendengarkan alasan saya,” umbarnya.
“Sebelum saya meninggalkan rumah jabatan, saya sempat menyampaikan ke pak gub, bahwa Angu itu menunjuk bapak (gubernur) bahwa pada Pilkada bapak dibantu Rp 10 miliar, Angu ngomong ke saya, dan pada waktu itu dihadiri oleh kakak wakil gubernur, Sumardi (kepala Bapenda Sulsel),” kata dia.
“Pada saat itu, Pak Sumardi memberi tahu saya bahwa ‘kasih saja pekerjaan itu, karena sudah membantu gubernur. tapi saya katakan silahkan pak, lelang itu terbuka silahkan ikuti prosesnya.
Pak Sumardi katakan ke saya bantu dia (Angu dan Ferry, saya titipkan ke kamu Rp 200 juta ambil. Tapi saya tolak itu uang itu,” beber Jumras dalam persidangan.
Jumras sempat ingin membeberkan sejumlah nama dalam sidang, namun Ketua Panitia Hak Angket, Kadir Halid memberikan pilihan ke Jumras, apakah sidang itu dilanjutkan dengan terbuka atau tertutup.
Jumras menginginkan sidang dilanjutkan secara tertutup.
“Jadi mohon maaf teman-teman media, karena banyak nama yang akan disebut, dan pak Jumras meminta tertutup, jadi mohon teman tidak diliput dan mengambil tempat di luar ruang sidang,” kata Kadir Halid.
Lima Poin Hak Angket
Pernyataan Jumras tersebut telah menguak beberapa poin yang ingin dibuktikan oleh anggota DPRD Sulsel.
Inisiator Hak Angket dari Fraksi Golkar, Kadir Halid mengungkapkan, alasan sejumlah anggota DPRD mengusulkan hak angket, karena menilai kepemimpinan Gubernur Sulsel Prof Nurdin Abdullah bersama wakilnya, Andi Sudirman Sulaiman terjadi “dualisme kepemimpinan”.
Baca Juga : Diskominfo Sebut 11 Bulan Prof-Andalan Akan Benahi Tata Kelola Pemerintahan
Lima poin yang mendasari hak angket antara lain pertama, kontroversi SK wakil gubernur tentang pelantikan 193 pejabat, dimana wakil gubernur membuat surat keputusan (SK) mengangkat dan melantik 193 pegawai eselon III dan IV lingkup Pemprov Sulsel yang tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, yang kemudian dibatalkan oleh gubernur.
Kedua, serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sulsel 2019 yang sangat kecil.
Ketiga, Manajemen PNS dalam lingkup Pemprov Sulsel, terkait hal tersebut, ditemukan banyak mutasi yang berasal dari kabupaten Bantaeng dan Bone ke Pemprov pasca pelantikan gubernur dan wakil gubernur, sehingga patut diduga terjadi kolusi, nepotisme dan pelaksanaan mutasi yang tidak sesuai prosedur.
Keempat, Dugaan KKN Dalam Penempatan Untuk Pejabat Tertentu. Terjadi kolusi dan nepotisme secara terang-terangan dalam penempatan pegawai dalam jabatan tertentu mulai dari eselon IV sampai tingkat eselon II.
Kelima, pencopotan pejabat pimpinan tingkat pratama, yang paling memprihatinkan dan menjadi sorotan publik adalah pencopotan Kepala Biro Pembangunan Setda Sulsel H Jumras dan pencopotan Kepala Inspektorat Sulsel Luthfi Natsir oleh gubernur tanpa mengindahkan mekanisme atau prosedur sebagaimana diatur dalam Undang-undang.